Pasific Pos.com
Papua Barat

Fraksi Otsus Diubah Jadi Kelompok Khusus

Manokwari, TP – Raperdasus tentang Pengangkatan Anggota DPR Papua Barat Jalur Otonomi Khusus (Otsus) sudah ditetapkan menjadi Perdasus dalam Rapat Paripurna DPR Papua Barat, Rabu (20/3) malam.

Ketua DPR Papua Barat, Pieters Kondjol menjelaskan, implementasi ketujuh perdasus itu setelah mendapatkan registrasi dari Kemendagri. Berdasarkan hasil konsultasi bersama Kemendagri di Jakarta, ada beberapa pasal yang berubah, ditambah meski perubahan serta penambahannya tidak terlalu signifikan.

Selain ada beberapa pasal yang diubah, Kondjol menjelaskan, pertimbangan yang diberikan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) untuk pembobotan dalam perdasus, tidak semua yang diakomodir.

“Ada banyak saran dan masukkan yang perlu dilakukan terkait saran dan masukkan MRPB. Kemudian, hasil fasilitasi Kemendagri, banyak yang direvisi berdasarkan perundang-undangan yang belaku,” kata Kondjol kepada para wartawan di Kantor DPR Papua Barat, Rabu (20/3) malam.

Ia menerangkan, beberapa perubahan dalam Perdasus tentang Pengangkatan Anggota DPR Papua Barat Jalur Otsus yang paling terlihat ke depan, terkait fraksi. Dalam perdasus itu, kata Kondjol, ke depan sudah tidak ada lagi Fraksi Otsus di DPR Papua Barat.

Menurutnya, Fraksi Otsus akan diubah menjadi kelompok khusus dan para anggota DPR Papua Barat dari jalur khusus ini dilebut ke fraksi dari partai politik (parpol) di DPR Papua Barat.

Lanjut dia, sehubungan dengan digantinya Fraksi Otsus menjadi kelompok khusus, maka secara otomatis sebagian kewenangan yang dulu ada di Fraksi Otsus sudah tidak ada lagi.

Apakah penghapusan Fraksi Otsus melemahkan kewenangan para anggota dewan dari jalur Otsus, jelas Kondjol, meski sudah tidak ada Fraksi Otsus, tetapi kewenangan para anggota dewan masih tetap sama, karena akan dipertajam dan diatur pada tata tertib (Tatib) serta alat kelengkapan dewan (AKD), sehingga keberadaan para anggota dewan jalur Otsus untuk memperjuangkan kepentingan orang asli Papua tetap sama.

“Selain itu, ke depan di DPR Papua Barat tidak lagi 9 fraksi, tetapi hanya 5 fraksi saja, sedangkan jika ada yang tidak memenuhi syarat pembentukan fraksi akan menjadi fraksi gabungan,” jelas Kondjol.

Menurut Ketua DPR, penghapusan Fraksi Otsus tak perlu dikhawatirkan, karena kewenangannya akan diatur dalam tatib dan AKD, dimana jumlah anggota DPR Papua Barat Jalur Otsus lebih banyak dibandingkan anggota dewan dari parpol dan akan dibagi ke dalam komisi.

“Saya pikir tidak melemahkan anggota DPR Jalur Otsus bila dilebur ke dalam fraksi dari partai politik, karena jumlahnya 11 orang dan haknya sama. Misalnya di Fraksi Demokrat, ada 1 anggota DPR PB Jalur Otsus dan ada keputusan, mereka juga akan mendorong itu melalui keputusan dari kelompok Otsus,” papar Kondjol.

Ia menerangkan, mengapa kewenangan para anggota dewan jalur Otsus akan dipertajam dalam tatib dan AKD, itu karena pada dasarnya tatib dan AKD mengatur tentang internal kedewanan di DPR Papua Barat.

Di samping akan dilebur ke dalam fraksi yang terbentuk dari parpol, jumlah kursi anggota DPR Papua Barat Jalur Otsus dalam Perdasus yang baru disahkan, tetap sama, 11 kursi.

“Untuk jumlah kursi masih tetap 11 orang. Tidak ada penambahan. Sesungguhnya dalam pembahasan ada usulan tambahan kursi sebagai representatif kabupaten dan kota menjadi 13 orang, tetapi karena PP No. 54 Tahun 2004 belum diubah, sehingga masih tetap 11 orang,” tambahnya.

Kewenangan PAW oleh MRPB Tak Diakomodir

Selain perubahan pasal-pasal di atas, Kondjol mengaku, dalam Perdasus itu, tidak mengakomodir pertimbangan yang diberikan oleh MRPB, yaitu pergantian antar waktu (PAW) anggota dewan jalur Otsus dilaksanakan MRPB.

Menurutnya, tidak diakomodirnya pertimbangan MRPB, karena pertimbangan itu berbenturan dengan PP No. 54 Tahun 2004. “PP 54 tidak mengatur hal itu dan MRPB adalah lembaga yang sama dengan DPR Papua Barat jalur Otsus yang diangkat dari masyarakat adat,” tandas Kondjol.

Untuk itu, ia berharap ketujuh perdasus yang sudah ditetapkan bisa segera diregistrasi ke Kemendagri supaya dalam tahun ini diimplementasikan demi kepentingan orang asli Papua. [SDR-R1]