Pasific Pos.com
Papua Barat

DPR PB Diminta tidak Perlu Khawatir Tetapkan Tujuh Raperdasus

Manokwari, TP – Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPR PB), diminta tidak perlu khawatir untuk menetapkan tujuh rancangan peraturan daerah khusus (Raperdasus) yang sudah dibahas.

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Manokwari, Filep Wamafma mejelaskan, pada hakikatnya Raperdasus dan rancangan peraturan daerah (Raperda) berbeda, meskipun tahapan penyusunannya sama.

Dikatakan Wamafma, pembuatan Raperdasus maupun Raperda, disusun oleh pemerintah maupun DPR, tentu ada suatu persoalan yang dalam penyelesaiannya membutuhkan sebuah regulasi berupa peraturan daerah sebagai turunan dari penjabaran peraturan yang lebih tinggi seperti Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus). Apalagi, sambung Wamfama, menganai Raperdasus.

Raperdasus jelas Wamafma, dibuat karena tentu ada persoalan-persoalan khusus yang akan diatur di dalamnya, misalnya menyangkut kepentingan orang asli Papua (OAP) yang harus diselesaikan atau dilindungi.

“Istilah nama saja sudah beda. Kata khusus berarti memiliki karakter berbeda dengan peraturan yang lainnya. Seperti menjawab substansi yang belum dijabar secara utuh dalam UU Otsus. Misalnya kewenangan dan ketentuan lebih lanjut diatur dalam Raperdasus,” jelas Wamafma kepada Tabura Pos di kantornya, belum lama ini.

Wamafma mengungkapkan, karena menjabarkan tentang kekhususan, sehingga bila sudah memenuhui unsur sebuah regulasi, sebaikanya segera disahkan agar kekhususan yang akan menjadi dasar penyelesaian persoalan dapat segera diimplementasikan.

Ditanya terkait proses penetapan Raperdasus yang saat ini masih tertahan di DPR Papua Barat, Wamfama, menyarankan agar secepatnya DPR Papua Barat tujuh Raperdasus dimaksud, agar apa yang dijabarkan dalam Raperdasus untuk mengatur kekhususan di Papua Barat, apalagi tentang masyarakat Papua dapat segera diimplemantasikan.

“Kalau saya DPR, maka saya akan bawa pulang dan sahkan. Proses berikut masih  ada. Kalau bawa ke Jakarta dan ditolak bawa pulang lalu sahkan saja. Tinggal Gubernur masukan lembaran daerah,” jelas Wamafma.

Wamafma menegaskan, Raperdasus yang dibuat oleh Pemprov Papua Barat, DPR Papua Barat, serta pertimbangan dari MRPB, bukan untuk mengatur masyarakat di luar Papua Barat, tetapi untuk masyarakat Papua di Papua Barat.

“Kekhususan di Papua orang di Jakarta tidak tahu. Hari ini orang Papua mau berobat kemudian tidak ada uang datang ke bupati, gubernur, kemudian dikasih uang untuk berobat, tetapi harus butuh surat, di situ lah peran Raperdasus, karena biaya berobat geratis untuk OAP barang kali sudah diatur dalam Raperdasus itu,” jelas Wamafma mencontohkan.

Oleh sebab itu, Ketua STIH Manokwari ini menyarankan agar DPR Papua Barat, segera mengeasahkan ketujuh Raperdasus.

Wamafma yakin, Raperdasus yang secara khusus mengatur OAP, akan tetap mendapatkan dukungan dari masyarakat Papua.

“Untuk kebaikan orang di Papua Barat, sah kan saja. Saya pikir, kalau kita berbuat baik untuk orang Papua, pasti mereka dukung,” tandas Wamafma. [SDR]