Pasific Pos.com
Headline

Delapan Caleg Minta Gubernur Papua Tunda Pelantikan Anggora DPRD Sarmi

JAYAPURA – Delapan Caleg DPRD Sarmi Periode 2019 – 2024 meminta kepada Gubernur Papua menunda pelantikan calon anggota DPRD Kabupaten Sarmi berdasarkan Surat Keputusan KPU Sarmi No. 156/P1.01.9-Kpt/9110/KPU-Kab/VIII/2019 tanggal 12 Agustus 2019 tentang Penetapan calon terpilih anggota DPRD Kab. Sarmi dalam Pemilu tahun 2019.

Permintaan penundaan tersebut karena kedelapan caleg ini merasa ada yang tidak beres terhadap Keputusan KPU setempat, sehingga mereka mengajukan gugatan ke PTUN Jayapura.

Selain itu juga mereka mencurigai SK Gubernur Papua  terkait peresmian calon wakil rakyat itu palsu karena dalam SK tersebut ditetapkan Sarmi bukan Jayapura.

Kedelapan orang itu diantaranya Daniel Wanewar, Mesakh Alfred Fredrik Dimomonmau, Idham, Alberd Kiky Wenggy, Yan Numbre, Korneles Melky Daufera, Agusthina Wenggi dan Alberth Salmon Niniwen  memberikan kuasanya kepada pengacara Hendrik Tomasoa SH.

Kepada wartawan saat menggelar jumpa pers, Jumat pagi (24/1/2019) di Hotel Grand Abe, Pengacara  Hendrik Tomasoa menjelaskan menjelaskan berkas perkara No.37/G/2019/PTU.Jpr tanggal 30 Oktober 2019 dimana para kliennya itu merasa haknya dizolimi.

“Anggota DPRD Kabupaten Sarmi berjumlah 20 orang ternyata yang terpilih hanya tujuh orang dan 13 orang berasal dari Non Papua atau Nusantara. Konspirasi ini sudah tentu banyak masalah yang muncul disitu diantaranya ada dugaan money/politic, natura politik, masalah tindak pidana yang bukan ranah dari PTUN,”bebernya.

Namun ranah dari PTUN adalah menyangkut administrasi yang mempengaruhi perolehan suara, yang dijelaskan dalam UU Administrasi Negara. Sehingga kedepan anggota DPRD ini mengajukan gugatan kepada KPU Sarmi dengan dalil bahwa lembaga pemilihan ini mengambil suara dari masing – masing calon ini.

Seraya memberikan contoh mereka yang diambil suaranya diantaranya Daniel Wanemar dari Partai Demokrat yang mendapat perolehan suara yang cukup dan memenuhi syarat terpilih sebagai anggota DPRD Sarmi malah diambil/ dialihkan suaranya oleh KPU Sarmi dan diserahkan kepada Jumriati dari Partai Bulan Bintang.

  Selanjutnya Mesak Alfred Fredrik Dimomonmau dari PKS yang juga suaranya cukup justru dialihkan  ke Cholisnatin dari Partai Perindo.

  Idham dari PPP perolehan suaranya juga dialihkan oleh KPU Sarmi kepada H Taswin dari partai yang sama yakni PPP. Albert Kiky Wenggy dari Partai Demokrat suaranya diambil dan diserahkan kepada Nurjanah dari PKB. Yan Numbre dari PAN suaranya dialihkan ke Stevi Rudolf Soeting.

Korneles Melky Daufera dari PDIP suaranya dialihkan ke Aranus Maniwa dari Perindo. Selanjutnya Agusthina Wenggy  dari Partai Demokrat suaranya dialihkan ke Nurdin dari PBB serta Alberth Salmon Niniwen dari Partai Hanura suaranya dialihkan ke Kornelius Palobo dari PBB.

“Semua ini konspirasi ini dilakukan oleh KPU sehingga mereka berdasarkan C1 Plano, dimana surat suara kalau secara jujur saya minta dihadirkan di PTUN supaya menghilangkan image dugaan ada politic uang,”pinta pengacara kawakan ini.

Diungkapkannya lagi untuk KPUD Sarmi bahwa Panwaslu setempat sudah memberikan keputusannya yang menghukum mereka tentang pelaporan salah satu dari delapan orang ini. Dimana Panwaslu setempat telah mengeluarkan keputusan No.02/LP/PL/Adm/Kab. Sarmi PL/adm Kab.Sarmi/33/14/5/2019 tanggal 17 Juni 2019 dimana KPU Sarmi terbukti melakukan pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme pada pelaksanaan penghitungan tanggal 17 April 2019.

Selain itu juga memerintahkan kepada KPU Papua melalui Bawaslu untuk memberikan peringatan tertulis kepada Ketua dan anggota KPU Sarmi.

“Intinya walau keputusan ini ada bertentangan dengan berbagai macam pasal yang tidak memuat sanksi pelaksanaan secara eskekutorial bahwa ini sebenarnya ada diteruskan untuk pemecatan. Tetapi kita tidak usah membahas ini,”paparnya.

Namun dikarenakan kasus ini masih bergulir di PTUN Jayapura. Maka dirinya atas nama kliennya meminta kepada Gubernur  untuk dapat melakukan penundaan pelantikan 20 orang wakil rakyat dari kabupaten yang berjuluk kota ombak itu hingga keputusan PTUN inkrah/sah.

Mencurigai SK Gubernur

  Pada kesempatan itu selaku kuasa hukum, mencurigai SK Gubernur terkait pelantikan. Dimana keputusan Gubernur yang dikeluarkan pada tanggal 30 Desember 2019 itu ditetapkan di Sarmi.

“Jadi salinan keputusan gubernur di tanda tangani oleh Pak Derek Hegimur selaku Karo Hukum Setda Papua. Nah apakah ini benar. Kalau keputusan gubernur ini benar. Kenapa keputusan ini dikeluarkan di Sarmi pada tanggal 30 Desember 2019. Ini persoalan intinya sehingga diduga keputusan gubernur ini kurang/belum benar atau tidak tepat,”tukasnya.

  Sebenarnya selaku pengacara hendak melaporkan  SK Gubernur ini ke polisi. Akan tetapi menurutnya lewat sarana media maka hal ini diungkapkannya, sehingga  Gubernur Papua melalui Karo Hukum Setda Papua bisa mengetahui masalah ini dengan jelas dan dapat memberikan klarifikasi.

“Kami harap kepada rekan – rekan wartawan dapat membantu kami. Kami punya seluruh bukti,”ucapnya seraya  menunjukkan SK Gubernur No.155.2/433/tahun 2019 tentang Peresmian Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sarmi Periode tahun 2019 – 2024.