Kami TNI Menghargai Pemberian Masyarakat Adat Dan Kepala Suku
Jayapura, Kodam XVII/Cenderawasih menyikapi secara tegas permintaan Gereja Gereja yang tergabung dalam Oikumene Dewan Gereja se tanah Papua untuk pembatalan pemgamgkatan kepala suku besar Pegunungan Tengah Mayjen TNI G.E. Supit serta pengembalian tanah seluas 90 hektar di Kabupaten Jayawijaya yang diserahkan oleh Alex Silo Doga, Kepala Suku Umum Kabupaten Jayawijaya.
Kodam XVII/Cenderawasih yang diwakili Komandan Korem 172/PWY, Kolonel Inf Jonatan Binsar P. Sianipar, mengatakan bahwa pemberian tanah ini berawal dari kekhawatiran tete Alex Doga atas kampungnya yang tidak ada pembangunan. Tete Alex berharap melalui Kodam XVII/Cenderawasih pembangunan rumah, fasilitas pendidikan dan kesehatan, pasar serta berbagai fasilitas lainnya dapat segera dibangun demi kesejahteraan masyarakatnya. “Saya luruskan disini, bahwa tanah itu bukan diberikan kepada Kodam Cenderawasih untuk dikuasai atau dibangun instansi militer.. Tak ada keinginan dari Kodam untuk menguasai tanah itu. Sejak tanah itu diserahkan kepada kami, tak pernah ada pengukuran tanah hingga hari ini. Tidakk ada bentuk sertifikat tanah juga yang diberikan saat itu. Tanah itu kan hanya diserahkan ke Kodam untuk dikelola dan dibangun apapun, untuk kemajuan daerah itu,” ujar Danrem.
baca, Gereja Tuntut Pengukuhan Kepala Suku Dicabut dan Penyerahan 90 Hektar Tanah kepada TNI Dibatalkan
baca, Pangdam XVII/Cenderawasih Dikukuhkan Sebagai Kepala Suku Besar Pegunungan Tengah
baca, Ruben Magai Geram atas Pemberian Gelar Kepala Suku Besar untuk Pangdam
baca, SIKAP-TP Tuntut Pembatalan Pengukuhan Kepala Suku Dan Penyerahan Tanah Kepada Kodam
Tete Alex meminta bantuan lewat Kodam dengan pemberian tanah ini, agar dikomunikasikan kepada pihak terkait, misalnya pemkab, pemprov atau kementrian, untuk membangun daerahnya diatas lahan itu. Misalnya ada pembangunan pasar, sekolah, atau bahkan sentra ekonomi lainnya seperti pasar, agar daerahnya dapat maju dan lebih baik dengan daerah lain. “Saya apresiasi Tete Alex dan saya katakan bahwa beliau adalah orang yang baik. Kalau terjadi isu diluar bahwa TNI berusaha membangun instansi militer di lokasi itu, saya luruskan masalah ini,” ujarnya.
Disinggung mengenai pemberian gelar sebagai Kepala Suku Besar kepada Mayjen TNI G.E. Supit yang oleh pihak gereja dibatalkan, Danrem 172/PWY secara lugas mengatakan bahwa perlu diingat, pemberian gelar adat juga bukan kemauan pihak Kodam namun merupakan pemberian.
“Saya klarifikasi tak ada upaya dari kami Kodam meminta gelar itu. Proses pemberian gelar adat kepada Panglima saat itu lewat diskusi yang panjang. Sekitar 1-2 minggu dilakukan diskusi oleh para tetua adat. Dalam pertemuan itu hadir juga masyarakat, tokoh adat dan agama, pemuda dari seluruh pegunungan tengah Papua. Kalau tidak salah tiga kali pertemuan dilakukan untuk pembicaraan gelar adat ini,” ujar Danrem
Pada saat pengukuhan gelar itu, seluruh tetua adat dari 29 kabupaten/kota hadir, termasuk perwakilan lima wilayah adat. Semua memberikan restu, tak ada penolakan, termasuk tokoh agama yang hadir saat itu.
Dijelaskannya pula bahwa pihaknya dalam hal ini Kodam tidak mungkin menolak, sebab masyarakat adalah bagian dari Kodam. “Jika masyarakat memberikan hal itu adalah penghargaan luar biasa kepada kami dan kami sangat menghargai. Kalau itu dianggap salah, kami minta maaf. Pemikiran kami adalah jika orang memberi dan kami tolak, pasti akan sakit hati. Kami ingin membangun komunikasi yang baik dengan menerima itu,” ujarnya.
Danrem menegaskan pula bahwa pembatalan gelar ini hanya dapat dilakukan oleh pihak adat. “bagi berbagai pihak yang inginkan pembatalan ini silahkan menyampaikannya kepada pihak adat,” ujar Danrem mengakhiri perbincangan dengan wartawan.