Bintuni, TP – Permintaan Bupati Teluk Bintuni, Ir. Petrus Kasihiw, MT, kepada Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D) untuk melakukan revisi terhadap RPJMD tahun 2016-2021 secara khusus terhadap target penurunan angka kemiskinan, mulai ditindak lanjuti.
Dijelaskan Kepala BP4D Teluk Bintuni, DR. Alimudin, menurunkan angka kemiskinan bukan hanya berbicara program-program OPD atau hanya dengan menjalankan program strategis. Tetapi satu hal yang penting adalah bagaimana pemerintah mampu mengendalikan angka inflasi di daerah.
“Pembentukan angka garis kemiskinan sangat ditentukan oleh harga-harga barang dan komoditas. Karena, angka kemiskinan bukan semata-mata dihitung berapa besar pendapatan seseorang. Tapi, berapa besar kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan baik berupa makanan maupun non makanan,” papar Alimudin yang dijumpai Tabura Pos, Senin (25/2) kemarin.
Ia menyatakan, harga komoditas yang tinggi di pasaran secara otomatis membentuk angka kemiskinan meningkat. Dampaknya sambung dia, akan mengganggu upaya menurunkan angka kemiskinan daerah.
Dalam upaya menurunkan angka kemiskinan, kata Alimudin, Pemda Teluk Bintuni, telah membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPDK) yang akan bersinergi dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
Di mana kedua tim ini, akan mensinkronkan program-program pro rakyat yang ada di beberapa OPD terkait, guna menurunkan angka kemiskinan.
Dirinya menambahkan, di dalam Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD), begitu banyak data yang ditampilkan. Mulai dari strategi, kebijakan, pendekatan dan sebagainya yang tentunya, semua OPD wajib mempedomani itu.
“Dalam menjabarkan strategi ini, setiap pimpinan OPD harus melihat indeks keparahan dan indeks kedalaman kemiskinan, dan harus menguasai ini,” kata dia.
Dia menambahkan, setiap distrik atau kampung memiliki perbedaan terkait data indeks kemiskinan. Contohnya, daerah pegunungan dikategorikan jauh lebih sulit dari daerah pesisir, dan begitu juga dengan daerah pesisir pastinya lebih sulit dari daerah perkotaan.
Oleh sebab itu, dibutuhkan pendekatan-pendekatan program atau sasaran strategis dari setiap OPD yang harus disesuaikan dengan data tersebut.
“Dimana daerah yang memiliki indeks keparahan dan indeks kedalaman kemiskinannya tinggi, maka program-program OPD otomatis didorong kesitu. Jangan dibalik-balik. Contoh, di distrik kota yang indeks keparahan dan indeks kedalaman kemiskinannya rendah, tapi seluruh program justru diarahkan kesitu. Ini yang tidak boleh,” pungkasnya. [VLI-R4]