Pasific Pos.com
Papua Barat

BKPP Kesulitan Pecahkan Persoalan Guru Honor di Atas 35 tahun

Manokwari, TP – Baru-baru ini sejumlah guru honor mendatangi Wakil Bupati dan Sekda Manokwari menanyakan kejelasan nasib mereka.

Terkait nasib para guru honor tersebut, Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan  Pelatihan (BKPP) Kabupaten Manokwari, Anton Renyaan menyatakan, untuk guru honor di bawah 35 tahun bisa mengikuti seleksi penerimaan calon Aparatur Sipil Negara (ASN). Sedangkan untuk yang usianya sudah di atas 35 tahun, bisa diakomodir sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

“Akan tetapi itu juga sulit karena sesuai aturan yang ada, gaji P3K dibebankan kepada APBD,” ujar Renyaan kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (11/4).

Menurut dia, guru-guru honor yang berusia di atas 35 tahun di Kabupaten Manokwari mencapai 500-an orang. Mereka secara nyata memang sudah mengabdi di berbagai sekolah mulai dari PAUD sampai SMP di Kabupaten Manokwari. “Jumlahnya cukup banyak, saya prediksi kasarnya sekitar 500-an mereka yang usia di atas 35 bahkan sampai 46 tahun,” ujarnya.

Menjawab persoalan tersebut, menurut dia, bagi guru yang berusia di bawah 35 tahun dipersilakan mengikuti seleksi penerimaan calon ASN. Sedangkan yang usianya di atas 35 tahun tidak bisa mengikuti seleksi penerimaan calon ASN karena dari sisi usia sudah tidak sesuai aturan.

“Di sini pemerintah sudah keluarkan PP Nomor 49 Tahun 2018 untuk mengangkat tenaga-tenaga profesional di bidangnya. Berarti di sini kan regulasinya sudah ada, peraturan pemerintah sudah ada, berarti mereka ini tergolong yang disebut dengan P3K,” bebernya.

Dia menjelaskan, sesuai aturan yang berlaku, gaji P3K dibebankan kepada APBD. Namun, katanya, jika dibebankan kepada APBD Kabupaten Manokwari, maka tidak cukup. “Kita belanja pegawai saja tidak cukup, bahkan sudah melebihi. Kalau dibebankan di APBD kita, memang kita ndak mampu untuk menjawab itu,” tegasnya.

Kalaupun sanggup dijawab oleh kepala daerah, katanya, pasti akan dilakukan secara bertahap dan kuotanya terbatas. Sebab, untuk 50 orang saja, dalam satu tahun anggaran dibutuhkan dana sekitar Rp 1,7 miliar.

“Setelah kita simulasi dia punya penggajian karena kita menghitung di situ ada THR dan gaji ke-13. Berarti dalam satu tahun bukan 12 bulan tetapi 14, sehingga disimulasikan mereka ini golongan III, gajinya harus disetarakan dihitung selama setahun untuk satu orang baru dikali 14 bulan, ya ketemu angka itu,” tuturnya.

Jika untuk 50 orang saja butuh anggaran Rp 1,7 miliar, jika 100 orang maka butuh anggaran dua kali lipat. Kalau APBD dan PAD banyak, misalnya, kata dia, Bupati Manokwari bisa menjawabnya.

“Ini baru tenaga honor guru, belum medis, belum tenaga strategis lain di kantor-kantor, ini 1.000 lebih juga. Banyak di atas 35 tahun juga, sekitar 700-orang. Guru kalau sudah 500 ditambah tenaga honor di OPD-OPD yang sebanyak 700 orang saja sudah 1.200 orang, belum di Satpol, penyuluh, kalau dikumpul hampir mencapai 2.000 orang. Oleh karena itu, kalaupun dijawab, tidak mungkin hanya dalam satu tahun,” sebutnya.

Oleh karena itu, sambungnya, solusi yang bisa dilakukan adalah dengan meminta pemerintah pusat melalui Menteri Keuangan untuk menambah dana alokasi umum (DAU) ke Pemkab Manokwari. Jika menyetujui penambahan DAU, katanya, guru honor bisa diakomodir dalam P3K.

“P3K itu tergantung kemampuan keuangan daerah. Kalau kemampuan keuangan oke, silakan. Mungkin kita kalau Pak Bupati menjawab pun secara bertahap, tahun ini berapa, tahun depan berapa kepada tenaga honor yang benar-benar mengabdi, jangan mengaku tenaga honor padahal tidak ada di tempat,” tukasnya.

Menurut dia, persoalan honorer yang usianya sudah di atas 35 tahun kemungkinan tidak hanya dialami oleh Kabupaten Manokwari, tapi juga oleh kabupaten/kota lain.

Ditanya jika APBD tidak cukup kenapa setiap tahun selalu ada penambahan tenaga honor, dia mengatakan, di SK honor yang dikeluarkan Pemkab Manokwari, ada poin yang menyebutkan bahwa pengangkatan sebagai tenaga honor bukan sebuah jaminan untuk diangkat sebagai ASN. “Tapi memungkinkan, tapi melalui mekanisme tes jika formasi tersedia dengan ketentuan yang berlaku. Itu artinya, kalau usia muda di bawah 35 tahun silakan ikut tes, tapi kalau di atas 35 tahun sulit,” tukasnya. (BNB-R3)