Manokwari, TP – Unit Pelaksana Teknis Geospasial (UPT Geospasial) Universitas Papua, menggelar diskusi bersama mitra kerjan dalam rangka mengumpulkan data peta-peta Wilayah Masyarakat Adat, yang telah dilakukan Masyarakat Adat.
Kegiatan yang berlangsung di di salah satu hotel di Manokwari, Selasa (30/4), turut dihadiri berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di Papua Barat, serta perwakilan tokoh Masyarakat Adat.
Kepala UPT Geospasial Universitas Papua, Zukfikar Mardiyadi mengatakan, diskusi yang dilakasanakan bertujuan untuk mengumpulkan data peta-peta Wilayah Masyarakat Adat yang telah dikerjakan oleh teman-teman LSM, berdasarkan wilayah kerja mereka.
“Tujuan pengumpulan data-data ini adalah, agar dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam menunjang program pembangunan, dengan cara mendorong hasil ini dalam kegiatan revisi RTRW Papua Barat,” jelas Zulfikar kepada Tabura Pos, Selasa (30/4).
Di samping itu, kata Zulfikar, diskusi tersebut dapat mendorong pemerintah daerah membuat peraturan daerah terkait pengakuan dan perlindungan terhadap Wilayah Masyarakat Adat yang ada di Papua Barat.
“Kenapa kita katakan membantu pemerintah dalam pembangunan? Karena dengan adanya data ini, apabila prosesnya sudah clean and clear, artinya sudah beres, maka persoalan hak ulayat tidak akan terjadi lagi,” terang Zulfikar.
Ia mencontohkan, ada perusahaan kayu yang mau investasi nanti, mereka sudah tau harus berurusan dengan siapa pemilik wilayah tersebut, atau pemerintah sudah dapat mengarahkan investor tersebut ke pemilik hak wilayah adat.
Artinya lanjut Zulfikar, dengan adanya payung hukum dan data terkait kepemilikan hak wilayah adat, maka konflik dengan perusahaan kayu maupun perkebunan sawit dapat terhindarkan.
Zulfikar menambahkan, dari hasil data pemetaan yang telah dilakukan LSM dan Masyarakat Adat, saat ini baru sekitar 1,3 juta hektar yang telah terdata atau terpetakan sebagai Wilayah Masyarakat Adat dari 9,7 juta hektar luasan darat Provinsi Papua Barat.
“Mungkin luasnya akan terus bertambah seiring berjalannya waktu,” jelas Zulfikar.
Sementara itu, Staf Program Papua Samdhana Institut, Yunus Yumte, menambahkan, kegiatan tersebut merupakan inisiatif dari semua teman-teman LSM dan Masyarakat Adat yang ada di Papua Barat.
“Kegiatan ini diinisiasi bersama dengan teman-teman masyarakat sipil, untuk membangun satu platform basis data spesial dan nonspesial, dari informasi yang diperoleh dari masyarakat adat,” jelas Yumte.
Yumte mengatakan, kerangka acuan pelaksanaan kegiatan tersebut berdasarkan dari kebijakan nasional terkait kebijakan-kebijakan dalam perlindungan lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat adat di Papua.
Menurut Yumte, kegiatan pemetaan dan pengumpulan data ini sangat membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang begitu lama. Sehingga diharapkan peran serta pemerintah daerah dalam membantu pembiayaan untuk kegiatan tersebut. [CR46-R4]