Pasific Pos.com
Papua Tengah

Apa Kabar Sepak Bola di Wilayah Meepago?

Banyak Potensi Tak Didukung Program Pembinaan

GAIRAH sepak bola di wilayah Meepago kian redup, setidaknya selama beberapa tahun terakhir. Meski punya potensi pemain muda, prestasi mereka di lapangan hijau tak banyak mendapat perhatian. Enam tulisan bersambung mulai edisi hari ini mencoba mengulas persoalan tersebut.

Sebuah diskusi santai siang itu, sepuluh tahun silam. Saya ingat, Kamis (2/4/2009) di Plaza Telkom Nabire. Memang ada banyak pemain muda, tetapi tidak diimbangi dengan program pembinaan. Apalagi tidak ada turnamen rutin. Itu sangat sulit kita kembangkan potensi dari adik-adik, padahal mereka miliki kemauan dan kemampuan dasar untuk bermain sepak bola,?begitulah inti diskusi dengan Yosep Iyai.

Kita kenal Yosep Iyai. Semasa bermain di lapangan hijau, ia punya segudang pengalaman bersama beberapa klub besar di Indonesia. Dibesarkan Persinab Nabire, ia pernah bermain beberapa tahun di PSBL Bandar Lampung. Sebelum direkrut Arema Malang dan Perseman Manokwari.

Pengakuan Yosep Iyai, benar. Kita lihat fakta. Anak-anak muda yang ada di Nabire memang punya potensi bermain sepak bola. Hanya saja, selama ini tak pernah ada turnamen ataupun kompetisi. Akibatnya, potensi mereka tak tergali dengan baik. Pembinaan pun nyaris tak ada.

Jika kenyataannya demikian, jangan pernah banyak bertanya mengapa banyak anak negeri terlibat dalam kegiatan-kegiatan kurang baik, misalnya cenderung mengkonsumsi minuman keras (miras), dan hal negatif lainnya.
Kala itu Yosep Iyai, mantan pemain sepak bola asal Nabire yang cukup peduli dengan fakta miris itu, wajar mengaku sedih menyaksikan realita matinya perhatian terhadap pembinaan anak muda melalui cabang olahraga (cabor) sepak bola.

Fakta sepuluh tahun lalu masih juga kita jumpai hari ini. Tak hanya di Nabire, kabupaten pemekaran di wilayah pedalaman juga nyaris sama kondisinya. Lantas, selama ini diarahkan kemana anak-anak negeri ini dibawa?
Kalau fakta selama ini tak pernah mau melihat potensi anak-anak Papua yang sebenarnya butuh perhatian untuk dibina secara khusus agar mereka pun bisa menjadi pemain sepak bola yang profesional, lalu kini harus mengadu kepada siapa lagi?

Di kawasan Meepago, tak hanya Persinab Nabire ataupun Nabire Putra FC. Ada pula Persipani Paniai, Persidei Deiyai, Persido Dogiyai, Persintan Intan Jaya, dan Deiyai FC.

Selama stakeholders tidak buka mata hati terhadap bidang sepak bola di daerah ini, sulit dibayangkan bagaimana masa depan anak-anak dan perkembangan tim sepak bola yang dibanggakan itu.

Beberapa pemerhati sepak bola mengaku, rata-rata tim sepak bola dari kabupaten-kabupaten di wilayah Meepago tak ada dukungan serius dari pemerintah daerah. Ada dukungan pun tak maksimal.

Kurangnya dukungan dan program nyata, jelas berpengaruh langsung terhadap proses pembinaan atau latihan dan hasil dari keikutsertaan di event tertentu, katakan di Liga Nusantara atau Liga Tiga.

Bagaimana nasib Persinab yang ngos-ngosan di Divisi II dan sempat naik Divisi I, hingga terakhir tenggelam? dari panggung sepak bola nasional, adalah bukti nyata yang agaknya tak perlu diurai lagi.

Ketika lembaran masa lalu dibuka kembali, sebenarnya pemain sudah siap, banyak sekali jumlahnya. Hanya saja selama ini trada kompetisi dan pembinaan. Semua pihak tidak respek terhadap sepak bola.

Kecuali kaka Peter Worabay yang pernah selamatkan Persinab Nabire, banting uang dari dompet pribadi,?puji salah satu pemain Persinab, kala itu.

Selama ini Nabire sebenarnya kaya akan pemain muda berbakat. Buktinya waktu itu terlihat dari kompetisi sepakbola U 13-15 tahun  digulirkan, banyak anak-anak muda yang tampil baik, walau sebelumnya sebagian besar belum pernah ikut pertandingan atau turnamen. Mereka cukup potensial. Jika dipoles lebih lanjut, mereka layak diproyeksikan untuk kemudian bisa memperkuat Persinab.

Saya mencatat, kompetisi sepakbola usia dini 13-15 tahun antar kampung/kelurahan tingkat Kabupaten Nabire tahun 2009 yang diadakan di lapangan Sapta Marga Kodim 1705/Paniai dan lapangan Polres Nabire, sangat baik. Itu wadah bagi anak-anak untuk kembangkan bakat bermain. Dan itu perlu ditindaklanjuti dengan turnamen rutin berikut pembinaan sesuai kategori umur pemain. Tetapi, kenyataannya?

Pemain muda potensial yang muncul dari kompetisi antar kampung/kelurahan kala itu memang diakui pengamat sepakbola di Nabire, Abian Pekey, yang mengaku kepincut melihat banyaknya anak muda berbakat yang kelak bisa diandalkan.
Abian bangga menyaksikan begitu banyak anak di daerah ini memiliki talenta dan bakat bermain sepak bola. Bakat alamiah yang dimiliki para pemain belia itu tentu merupakan suatu investasi terbesar bagi masa depan persebakbolaan Nabire.

Dambaan agar adik-adik yang waktu itu punya potensi bagus untuk diproyeksikan sebagai pemain sepak bola handal tidak terwujud. Tiadanya program pembinaan dan turnamen, sulit diandalkan potensi mereka.

Harapan agar anak-anak muda yang kini sudah beranjak dewasa untuk dibina melalui program terpadu, tidak kesampaian. Banyak yang gagal wujudkan impian mereka menjadi pemain bola.

Kompetisi tersebut diadakan sesuai program Barnabas Suebu, kala itu menjabat Gubernur Papua. Itu program pemerintah provinsi. Tak dilanjutkan dengan program pemerintah kabupaten. Entah turnamen per kelompok usia atau gabungan, yang penting ada turnamen tetap. Bisa setiap satu tahun satu kali. Tetapi, sampai sepuluh tahun berlalu, sudah berapa kali diselenggarakan?

Kita tahu, sepak bola butuh pemain. Seorang pemain tidak mungkin bermain sepanjang masa. Pemain senior sudah pasti akan gantung sepatu. Posisi mereka harus diisi pemain muda. Jelas, ia butuh regenerasi. Nah, di sini letak masalahnya. Sulit dapat pemain pengganti. Tak ada program pembinaan. Tak ada turnamen. Mau dengan cara insan? Tak mungkin.

Makanya, banyak muncul sederetan bibit muda itu harus dilatih terus menerus melalui program pembinaan dan sesekali ikut turnamen untuk melihat kekurangan dari setiap pemain maupun secara tim.

Perlu turnamen sepak bola supaya potensi yang ada tetap tergali untuk selanjutnya dibina dengan baik. Pembinaan dan turnamennya bisa digelar berjenjang, sesuai kelompok umur. Nah, ini yang harus dipikirkan bersama. Dipikirkan supaya dilaksanakan. Bukan kasih biarkan tunas muda berguguran.

Lapangan Sapta Marga Kodim 1705/Paniai, tempat anak-anak muda mengawali karier, untuk kejayaan tim sepak bola dari beberapa kabupaten di kawasan Meepago. Jikapun ada lapangan Yokatapa di Sugapa, lapangan Karel Gobai di Enarotali, lapangan Thomas Adii di Wakeitei, lapangan Ekemanida di Moanemani atau lapangan Bomopai di Bomomani. Dari lapangan inilah mereka menanti perhatian untuk kejayaan tim sepak bola kabupaten. (markus you/bersambung)