Pasific Pos.com
Info Papua

Sinergi Zakat dan Wakaf Didorong Jadi Penggerak Kemandirian Papua

Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag RI, Waryono Abdul Ghafur

Jayapura – Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama (Kemenag) RI, Waryono Abdul Ghafur, menegaskan pentingnya kolaborasi strategis antara lembaga zakat dan wakaf dalam mewujudkan Papua yang mandiri dan berdaya.

Hal ini disampaikan Waryono saat memberikan materi pada kegiatan Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Pengelola Zakat dan Wakaf Tahun 2025, di Hotel Horison Kotaraja, Jayapura, Jumat (17/10/2025). Kegiatan yang mengusung tema “Sinergi Zakat dan Wakaf Menuju Papua Mandiri dan Berdaya”.

Dalam paparannya, Waryono mengungkapkan potensi zakat di Papua masih jauh dari capaian optimal. Berdasarkan data tahun 2024, potensi zakat di Papua mencapai Rp269 miliar, namun baru terkumpul sekitar Rp14,4 miliar, atau hanya sekitar 5 persen dari total potensi.

“Ini menunjukkan masih ada pekerjaan rumah besar. Mulai dari jumlah SDM pengelola yang minim, kurangnya dukungan pemerintah daerah, hingga rendahnya literasi zakat dan wakaf di kalangan masyarakat,” ujarnya.

Waryono menyoroti bahwa pengumpulan zakat di Papua masih didominasi oleh zakat dari Aparatur Sipil Negara (ASN), sementara kontribusi muzakki (pemberi zakat) dari individu dan badan usaha masih sangat rendah.

“Muzakki individu dan badan di Papua masih minim. Padahal potensi perusahaan dan masyarakat profesional di sini besar sekali,” lanjutnya.

Selain itu, Waryono menekankan pentingnya pembaruan cara berpikir para amil zakat agar lebih inovatif dan profesional. Ia mencontohkan pentingnya sertifikasi bagi amil melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Amil Zakat, serta perlunya inovasi pengumpulan zakat berbasis digital, seperti pemanfaatan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di masjid-masjid dan lembaga keagamaan.

“Zakat dan wakaf jangan lagi dikelola secara manual. Sudah saatnya pengelolaan zakat di Papua bertransformasi digital. Kalau sedekah di masjid sudah bisa pakai QRIS, maka pengumpulan zakat juga bisa,” tegasnya.

Waryono juga menyoroti perlunya pendekatan kolaboratif antara Kemenag dan pemerintah daerah dalam memperkuat dukungan terhadap lembaga zakat dan wakaf. Menurutnya, relasi yang baik antara Kepala Kantor Kemenag dengan pimpinan daerah menjadi kunci penguatan kelembagaan zakat dan wakaf di daerah.

“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada sinergi dengan kepala daerah, kepala dinas, dan tokoh masyarakat. Kalau pendekatannya baik, dukungan APBD bisa hadir untuk BAZNAS dan pengembangan wakaf produktif,” katanya.

Di sisi lain, Waryono juga menyoroti perlunya materi dakwah yang lebih membumi dan relevan dengan realitas ekonomi masyarakat.

“Ceramah di masjid jangan hanya berisi surga dan neraka, tapi juga bicara ekonomi umat. Masyarakat butuh ilmu bagaimana mengelola keuangan, bekerja halal, dan berdaya secara ekonomi. Kalau umatnya sejahtera, zakatnya juga meningkat,” ujarnya.

Waryono menutup materinya dengan refleksi tentang pentingnya keseimbangan antara spiritualitas dan produktivitas.

“Dunia ini min fadli rabbi, anugerah Tuhan yang harus kita kelola dengan ilmu, teknologi, dan kerja nyata,” pungkasnya.

Senada dengan itu, Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Papua, Idrus Al Hamid, mengajak para pengelola zakat dan wakaf untuk menyamakan persepsi dan memperkuat sinergi kelembagaan, khususnya antara Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dan BAZNAS.

Menurut Idrus, masih terdapat kesenjangan pemahaman di lapangan terkait fungsi dan peran lembaga-lembaga pengelola zakat.

“Banyak pengurus masjid belum memahami bahwa BAZNAS dan LAZ memiliki dasar hukum yang jelas. Gap (kesenjangan) ini bukan karena niat, tapi karena kurangnya pengetahuan,” ungkapnya.

Idrus juga menyinggung pentingnya penataan aset wakaf di Papua, sejalan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 15 Tahun 2014, yang menyebutkan bahwa seluruh rumah ibadah dan lembaga pendidikan berbasis agama harus berdiri di atas tanah wakaf.

“Kalau menurut fatwa MUI, semua masjid, musala, dan sekolah agama seharusnya berdiri di atas tanah wakaf. Maka Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) perlu diperkuat perannya dalam pembinaan dan pelaksanaan pendaftaran ikrar wakaf (PPIW),” jelasnya.

Idrus juga mendorong agar anggaran operasional KUA di wilayah Papua Raya diperkuat, mengingat kondisi geografis yang luas dan tantangan sosial yang kompleks.

“Kita butuh dukungan tambahan untuk operasional KUA agar pembinaan wakaf bisa berjalan efektif. Kadang teologi masyarakat berbeda, jadi kita perlu pendekatan yang bijak dan cerdas,” tambahnya.

Idrus menutup penyampaiannya dengan ajakan memperkuat kolaborasi lintas lembaga demi mewujudkan tata kelola zakat dan wakaf yang profesional di Tanah Papua.

“Kalau di Papua, pendeta saja sudah bicara wakaf, masa kita yang muslim tidak bergerak? Ini saatnya kita wujudkan Papua yang rukun, produktif, dan berdaya melalui zakat dan wakaf,” pungkasnya.