Jayapura,- Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Papua, Lutfier Natsir, S.H., M.H., menegaskan, seluruh komoditas yang masuk dan keluar dari wilayah Papua telah melalui proses pemeriksaan ketat oleh petugas karantina.
Hal ini disampaikan Lutfier Natsir kepada sejumlah wartawan di salah satu Caffe di Jayapura pada Selasa, 16 September 2025.
Lutfier mengatakan bahwa pengawasan telah dilakukan secara rutin, sejak Januari 2025 oleh petugas di lima Satuan Pelayanan (Satpel) Balai Karantina, yakni di Bandara Sentani, Pelabuhan Jayapura, PLBN Skouw, Pelabuhan Laut Serui, dan Pelabuhan Laut Biak.
”Kami pastikan setiap lalu lintas komoditas, baik yang masuk maupun keluar, wajib lengkap dokumennya dan dinyatakan sehat. Hanya yang sehat bisa kami izinkan keluar,” tegas Lutfier.
Selain itu, lanjut Lutfier, komoditas ekspor dari Papua juga terus menunjukkan trend peningkatan, terutama produk perikanan seperti lobster, kepiting, dan tuna yang dikirim ke Surabaya, Jakarta, dan Makassar.
”Komoditi ikan kita, baik dari Jayapura maupun Biak, punya potensi ekspor tinggi. Ini tentunya berdampak positif bagi pemasukan daerah,” ungkapnya.
Tak hanya itu, kata Lutfier, komoditas ternak seperti babi dari Wamena juga mencatat volume pengiriman signifikan. Berdasarkan data Best Trust milik Balai Karantina, sejak Januari hingga Agustus 2025 tercatat sebanyak 30.000 ekor babi telah dipantau lalu lintasnya.
Dengan demikian tegas Lutfier, seluruh komoditas yang keluar telah memenuhi persyaratan karantina dan tidak ditemukan adanya penyakit.
Ia pun mengatakan, jika pemeriksaan laboratorium pun telah dilakukan secara rutin terhadap berbagai media pembawa.
”Misalnya ikan beku, kalau sudah dalam kondisi dingin dan sehat maka bisa dikirim. Kalau hidup, pasti kami periksa dulu kesehatannya. Laboratorium kita sudah jadi rujukan,” ujarnya.
Kendati demikian, ia pun akui, tidak ada komoditas yang menjadi primadona karena rata-rata semuanya menunjukkan tren yang sama, baik lobster, kepiting, maupun tuna.
Sementara untuk komoditas masuk, kata Lutfier, Balai Karantina melakukan pemusnahan terhadap media pembawa yang tidak sesuai aturan atau terinfeksi penyakit. Sebanyak 12 ekor ayam aduan dari Makassar dan Manado dimusnahkan sejak Januari 2025 karena melanggar Perda yang melarang masuknya unggas hidup ke wilayah Papua.
Selain itu, sebanyak 1,5 ton bibit bawang juga dimusnahkan setelah hasil uji laboratorium menunjukkan adanya infeksi penyakit. ”Bibit memang juga harus uji lab. Meskipun dari daerah asal sehat, dalam perjalanan bisa saja terkontaminasi. Maka dari itu, kita lakukan pemeriksaan monitoring,”terangnya..
Terkait pengawasan Ketat Terhadap ASF dan Rabies, Balai Karantina juga aktif melakukan pengawasan terhadap wabah penyakit seperti African Swine Fever (ASF), Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), serta rabies. Lutfier menyebut bahwa daerah seperti Biak dan Serui telah dinyatakan bebas ASF, sehingga pengiriman babi dari wilayah tersebut ke Nabire sudah kembali dibuka.
”Kami tetap lakukan uji sebelum ternak keluar. Kalau dari daerah bebas, dan sudah ada rekomendasi Bupati, maka bisa diloloskan,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, ia pun mengingatkan jika pentingnya pengawasan terhadap rabies karena penyakit ini bisa menular ke manusia, tidak seperti ASF.
Lutfier Nasier juga menegaskan bahwa Papua saat ini berstatus sebagai zona hijau atau wilayah bebas penyakit, termasuk PMK dan antraks. Kondisi ini menjadikan Papua sebagai wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan ternak.
”Papua itu green zone. Antraks menyerang sapi dan kerbau, rabies ke anjing, kucing, dan monyet. Dengan kondisi bebas penyakit, Papua bisa jadi pusat pengembangan ternak,”tandasnya.
Untuk itu, Balai Karantina juga terus melakukan edukasi dan pemeriksaan terhadap produk olahan seperti dendeng dan ikan asar, serta memastikan bahwa setiap barang yang dibawa keluar harus disertai surat izin dari karantina. (Tiara).