Pasific Pos.com
Headline

Izin Pertambangan Rakyat Diterbitkan, Negara Akui Hak Masyarakat Adat Puaykoi

Jayapura,- Masyarakat Adat Puaykoi di Kampung Puay, Yokiwa, Distrik Sentani Timur, resmi mengantongi Surat Izin Pertambangan Rakyat (IPR) melalui Koperasi Produsen Badan Usaha Milik Masyarakat Adat Puaykoi.

Penyerahan izin tersebut ditandai dengan ibadah syukur adat yang dihadiri Ketua Dewan Pembina Koperasi, Mathius Awoitauw, S.E., M.Si., dan dihadiri sejumlah tokoh penting, termasuk Anggota DPR Papua, Dr. Ir. Alberth Merauje.

Momen ini disebut sebagai tonggak penting dalam pengakuan negara terhadap hak masyarakat adat atas pengelolaan sumber daya alam secara legal dan berkelanjutan di tanah Papua.

Surat Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Koperasi Produsen Badan Usaha Milik Masyarakat Adat Puaykoi, dengan semboyang “Salam Kemandirian Ekonomi Rakyat Berbasis Adat”

Hadir dalam ucapan syukur itu, Anggota Komisi IV DPR  Papua yang juga merupakan salah satu Toko Adat  Wilayah Port Numbay, Dr. Ir. Alberth Merauje, A.Md.Tek., S.T., M.T., IPM, anggota Komisi Komisi I DPR Papua yang juga sebagai Ketua Aliansi Masyarakat Nusantara (AMAN) Jayapura, Benhur Yudha Wally,  Plt Kepala Dinas ESDM, Penanaman Modal dan PTSP Papua, Dr. Beni Pekei, M.Si., SH serta sejumlah tokoh adat dan tokoh masyarakat yang ada di wilayah kampung adat tersebut.

“Sebagai anggota DPR Papua dari Komisi IV yang membidangi infrastruktur dan Sumber Daya Alam, saya merasa ini adalah momentum penting. Saya berasal dari masyarakat adat, dan sejak awal saya perjuangkan IPR ini. Hampir setiap dua minggu saya menanyakan perkembangannya ke dinas terkait. Hari ini kita syukuri izinnya yang telah keluar,” kata Alberth Merauje kepada wartawan disela sela kegiatan pengucapan syukur di  Kampung Puay, Yokiwa, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Sabtu (13/9).

Menurutnya,  keberadaan izin ini merupakan bentuk nyata pengakuan negara terhadap hak masyarakat adat atas pengelolaan sumber daya alam mereka sendiri.

Untuk itu, Alberth mengingatkan bahwa kegiatan tambang harus dilakukan dengan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

“Tambang ini adalah berkat dari Tuhan. Kita harus kelola dengan baik, jangan serakah. Izin ini hanya 10 hektare, jadi kita harus bekerja bertahap, dengan sistem, dan jangan merusak alam. Anak-anak di kampung harus kita siapkan dari sekarang, agar mereka bisa kelola sumber daya alamnya sendiri, bukan orang luar,” tegas Alberth.

Namun demikian, ia berharap agar dalam lima tahun ke depan, setidaknya 10 hingga 20 izin tambang rakyat seperti ini bisa dikeluarkan di berbagai wilayah Papua, agar masyarakat adat benar-benar menjadi tuan di negerinya sendiri, dan tidak bergantung terus pada bantuan luar.

“Ini adalah model pembangunan berbasis masyarakat adat. Kita dorong agar tambang dikelola secara profesional, adil, dan berkelanjutan. Dengan Tuhan membuka jalan, kita kelola dengan bijak,”tandasnya.

Dewan Pembina Koperasi yang juga sebagai tokoh adat  Matius Awoitauw, S.E., M.Si. menegaskan bahwa IPR ini adalah tonggak sejarah bagi masyarakat adat Puay.

“Izin ini diberikan langsung kepada masyarakat adat, dan dikelola melalui koperasi. Kita libatkan anak-anak kampung dari awal. Ini bukan hanya soal tambang, tapi bagaimana ini bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat,” ujar Awoitauw.

Mantan Bupati Kabupaten Jayapura itu juga menyampaikan bahwa keterlibatan gereja, LSM, dan pihak-pihak lain sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara kegiatan tambang dan perlindungan lingkungan.

“Kita kerja ini dengan lingkungan sebagai prioritas. Tambang bisa habis, tapi lingkungan dan masyarakat harus tetap hidup. Uang dari tambang harus diputar untuk usaha lain seperti pariwisata, pertanian, dan perkebunan. Ini hanya awal,”ucapnya.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas ESDM, Penanaman Modal dan PTSP Papua, Dr. Beni Pekei, M.Si., SH, menegaskan bahwa kegiatan tambang rakyat telah memiliki payung hukum yang jelas, yaitu UU Minerba No. 3 Tahun 2020 yang merupakan revisi dari UU No. 4 Tahun 2009.

“Izin ini sah secara hukum. Dalam pasal-pasal UU Minerba, IPR diperuntukkan untuk pemberdayaan masyarakat. Jadi, harus ada koperasi, harus ada transparansi dalam manajemen. Termasuk alur masuk dan keluarnya uang, penjualan emas, dan lain-lain,”jelas Beni Pekei.

Beni Pekei menambahkan, bahwa Papua ini memiliki potensi tambang besar di beberapa daerah lain, seperti Waropen, Keerom, Sarmi, dan Mamberamo Raya.

“Jika pengelolaan di Kampung Puay ini berhasil, maka bisa jadi contoh bagi daerah lain. Pemerintah siap mendukung dari sisi regulasi dan pembinaan,”pungkasnya.  (Tiara)