TIGA kabupaten di wilayah Meuwodide, yakni Kabupaten Dogiyai, Deiyai dan Paniai kurang mengembangkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) lokal. Tidak jelas, potensi unggulan apa yang dikembangkan oleh pemerintah daerah setempat untuk mendongkrak ekonomi keluarga dan kesejahteraan warga lokal. Jika seandainya ada keberpihakan kepada rakyat kecil dan ekonomi keluarga, tentunya pemerintah daerah setampat mengangkat potensi lokal yang ada sebagai potensi unggulan. Jika potensi SDA lokal diangkat secara serius, dengan sendirinya akan menumbuhkan sentra produk unggulan di wilayah Meuwodide, bahkan lebih dari itu.
Sebetulnya, potensi sumber daya alam lokal sudah ada, tetapi selama ini pemerintah daerah lupa mengembangkannya, seolah-olah tutup mata sebelah dengan hanya mengejar proyek fisik dan non fisik yang kurang membawa dampak ekonomi bagi masyarakat setempat. Proyek fisik dan non fisik yang sementara ini ada hanya menguntungkan pengusaha, kurang membawa perubahan ekonomi masyarakat. Karena masyarakat tidak menikmatinya secara langsung.
Potensi lokal yang dimaksud, Moanemani terkenal karena Kopi yang dikelolah Yayasan Pendidikan Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan Peternakan (Y-P5). Tetapi tenarnya nama Moanemani sebagai produksi kopi kini suram, karena tenggelam bersama dengan ditutupnya Y-P5. Yayasan P5 “tutup” sebelum Dogiyai dilepas dari Nabire sebagai kabupaten baru.
Jika seandainya, pemerintah di kabupaten baru ini berniat mengembalikan nama besar Moanemani lewat kopi, bakal nama yang redup bisa bersinar kembali. Tetapi kini, Kopi Moanemani tinggal nama. Karena pada periode pertama, Bupati Thomas Tigi (alm) menitikberatkan untuk membangun infrastruktur dan gedung kantor pemerintah bersama beberapa sarana lainnya. Bupati periode kedua, malah memikirkan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke Pona, Sekitar 10 tahun setelah Nabire memekarkan Kabupaten Dogiyai, gaung gerakan menanam kopi kepada warga di kabupaten ini kurang bergemah,
Belum bertemasuk potensi tanah yang subur, bisa menghasilkan sejumlah prosuk pertanian. Moanemani juga dikenal sebagai penghasil Yeponota, kool, wortel dan aneka hasil pertanian lainnya. Tetapi, hasil yang ada dari usaha masyarakat secara kecil-kecilan. Padahal, hamparan Lembah Kamuu dan perbukitan di kawasan Mapia –Pisaise, masih bisa dikembangkan sebagai kawasan produk unggulan sesuai dengan potensi sumber daya alam yang tersedia.
Sementara itu, di Kabupaten Paniai, menyimpan potensi ikan mas, ikan mujair dan udang dari Danau Paniai. Hampir sebagian besar distrik di kabupaten ini, tersebar di pinggir danau. Tetapi, agak jarang dijumpai kerambah dan tambak milik masyarakat Paniai di pinggir danau. Karena itupula, ikan di pasar Enagotadi hanya untuk kebutuhan konsumen lokal.
Demikian pula Kabupaten Deiyai yang sebagian wilayahnya ditutupi oleh Danau Tigi. Potensi lokal dari danau berupa ikan dan udang, tetapi selama ini hanya cukup untuk konsumsi lokal. Karena belum ada kerambah dan perikanan darat.
Selain ikan dan udang di Paniai, Epouto masa lalu dikenal sebgai penghasil bawang daun, ketika misi Katolik membuka lahan pertanian di Epouto. Bahkan lapangan terbang Epouto diberi nama Nabedau, nama yang diangkat dari Nota karena nota Nabedau besar-besar pada era itu. Sementara di Enagotadi, ada kebun latihan pertanian di pinggir kali Numu di belakang rumah sakit (kini Puskesmas Enarotali -red), sekitar Bank Papua Cabang Paniai. Di dalam lahan tersebut, selain jeruk ada juga tanaman aple dan beberapa tanaman buah lainnya. Cerita tersebut, kini tidak hanya kenangan belaka. Karena tidak ditindak lanjuti oleh pemerintah setelah Paniai menjadi kabupaten sindiri.
Malah Bupati Nawipa sekarang melirik pengembangan kopi. Sepertinya ingin bersaing dengan Moanemani. Padahal, Paniai masa lalu, daerah Yagai hingga Timida bahkan ke Madi, Paniai Barat dan Agadide merupakan daerah penyangga pangan lokal termasuk sayur-sayuran disamping ikan dan udang dari danau. Pemerintah Paniai terkesan melupakan potensi sumber daya alam setempat. Padahal jika daerah-daerah penyangga tersebut dikembangkan secara intensif, sekalipun Danau Paniai meluap dan penduduk di sekitar Enagotadi padat, tiga kawasan tersebut mampu menjamin kebutuhan pangan lokal.
Sementara di Deiyai, daerah penyangga sudah jelas. Kawasan di pinggir danau berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah pertanian. Karena, daerah penyangga pangan lokal di kabupaten ini hampir marata.
Potensi sumber daya alam tersedia, untuk mengelolanya perlu ada dukungan dan motivasi dari pemerintah. Dan ketika pemerintah punya hati untuk mengangkat ekonomi masyarakat lokal, pemerintah di Meuwodide bisa melirik potensi yang ada dan dikembangkan dengan menentukan produk unggulan di setiap titik konsentrasi. Masyarakat setempat tahu, alamnya apa yang cocok, tinggal pemerintah yang punya hati untuk mengembangkannya di dalam program.
Tentu ini tidak menarik, karena nilai timbal balik yang diterima saat itu tidak seimbang. Tetapi ketika ada niat untuk membangun dan mensejahterakan masyarakat lokal, hasilnya akan menuai kemudian. Karena membutuhkan proses ponjang dan butuh waktu lama, tidak seperti proyek fisik yang bisa dilihat langsung.
Semoga ini menjadi sebuah koreksi atas prioritas pembangunan di daerah Meuwodide sehingga menjdi masukan bagi para pemangku kepentingan dan tulisan ini hanya mengingatkan kembali betapa pentingnya menggali dan mengangkat potensi alam yang ada untuk mensejahterakan masyarakat lokal di Meuwodide.(frans tekege)